Diberdayakan oleh Blogger.

Cerita Rakyat Riau - Penghulu Tiga Lorong



Pada zaman dahulu ketika ibukota Kerajaaan Indragiri berada di Pekan Tua, tersebutlah tiga orang bersaudara bernama Tiala, Sabila Jati, dan Jo Mahkota. Ketiganya pandai, gagah perkasa, dan mahir menggunakan senjata. Mereka hidup rukun dan saling membantu disuatu tempat bernama Batu Jangko.

Pada suatu hari, mereka pergi mencari tempat yang lebih baik, yang tanahnya subur, airnya jernih, ikannya jinak, dan udaranya segar. Dari satu tempat ketempat lain, tiga bersaudara ini akhirnya tiba di Koto Siambul dan memutuskan untuk menetap ditempat tersebut.

Sementara itu diistana, Raja Indragiri sangat resah karena Datuk Dobalang yang berkuasa dinegeri Sibuai Tinggi bertingkah laku semena-mena. Dia suka berjudi, menyabung ayam, bermabuk-mabukan, dan memperlakukan rakyatnya dengan kejam. Raja Indragiri kemudian memanggil Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri untuk menaklukkan Datuk Dobalang.

Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri segera melaksanakan perintah Raja. Dia memudiki sungai, hingga Akhirnya tiba di Koto Siambul dan bertemu dengan tiga bersaudara yaitu Tiala, Sabila Jati, dan Jo Mahkota. Duli Yang Dipertuan Besar Indragiri sudah mendengar kehebatan ketiga bersaudara tersebut, dan bermaksud meminta bantuan mereka untuk mengalahkan Datuk Dobalang. Maka dimintanya tiga bersaudara tersebut pergi menghadap Raja di Pekan Tua.

Ketiga bersaudara pergi menghadap Raja Indragiri. Mereka menyanggupi permintaan Raja Indragiri untuk mengalahkan Datuk Dobalang. Sebagai bekal, masing-masing mengajukan perlengkapan yang diperlukan. Tiala meminta seekor ayam sabung betina dan dua buah keris bersarung emas buatan Majapahit. Sabila Jati meminta pedang Jawi yang hulunya bertahtakan intan dengan tulisan Muhammad. Jo Mahkota meminta lembing dengan sarung emas dan suasa.

Setelah Raja memenuhi semua perlengkapan yang diminta, berangkatlah tiga bersaudara tersebut ke Sibuai Tinggi dengan sebuah perahu yang dikayuh 12 orang. Setiba diSibuai Tinggi, mereka langsung ditemui oleh Datuk Dobalang dan ditantang untuk bersabung ayam.

Dalam persabungan itu, Datuk Dobalang mengajukan empat pantang larang:
1. Dilarang bersorak dan bertepuk tangan.
2. Dilarang memekik atau berteriak dan menghentak tanah.
3. Dilarang menyingsingkan lengan baju.
4. Dilarang memutar keris didepan.

“Siapa saja yang melanggar peraturan itu dianggap kalah.” Kata Datuk Dobalang dengan pongahnya.

Datuk Dobalang memberikan taruhan tanah Inuman disebelah kiri Sungai Indragiri, yang lebar dan panjangnya sejauh mata memandang dari gelanggang Sibuai Tinggi. Tiga bersaudara pun memberikan taruhan tanah Koto Siambul disebelah kiri Sungai Indragiri, lebar dan panjangnya sehabis mata memandang dari gelanggang Sibuai Tinggi. Inilah kecerdikan tiga bersaudara, sebab Koto Siambul tidak dapat dilihat dari Sibuai Tinggi, sehingga sesungguhnya mereka tidak mempertaruhkan apa-apa. Namun, Datuk Dobalang menerima taruhan itu tanpa menyadari kebodohannya.

Sabung ayam dilaksanakan pada hari ketiga. Semua penduduk berkumpul digelanggang Sibuai Tinggi untuk menyaksikan pertarungan itu. Ayam milik Datuk Dobalang dan Tiga Bersaudara itu pun berlaga dengan seru. Dalam persabungan itu, ayam Tiga Bersaudara terkena kelepau hingga sayapnya patah. Datuk Dobalang sangat gembira hingga bersorak, bertepuk tangan, bahkan memekik dan menghentak tanah. Semua aturan yang dibuatnya, dilanggarnya sendiri.

Tiga Bersaudara segera mengingatkan Datuk Dobalang bahwa siapa pun yang melanggar peraturan harus di anggap kalah. Namun Datuk Dobalang tidak peduli. Dia bahkan menjadi berang dan menyerang Tiga Bersaudara dengan kerisnya. Tiga Bersaudara sudah siap, sehingga dengan mudah mereka mengelak dan balas menyerang Datuk Dobalang. Senjata yang mereka minta dari Raja Indragiri dikeluarkan, dan pusaka-pusaka sakti itu membuat Datuk Dobalang tewas jatuh tersungkur ketanah.

Jasad Datuk Dobalang selanjutnya dimasukkan kedalam peti dan dibawa kehadapan Raja Indragiri. Sang Raja sangat gembira melihat keberhasilan Tiga Bersaudara mengalahkan Datuk Dobalang. Dia meminta Tiga Bersaudara untuk menyebutkan hadiah yang mereka inginkan. Tiala, Sabila Jati, dan Jo Mahkota tidak meminta uang, emas, ataupun harta benda yang lain.

“Kami hanya meminta sesuatu yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk karena hujan seumur hidup.” Kata Tiala mewakili saudara-saudaranya.

Selama delapan hari Raja dan para menteri serta orang-orang tua yang bijak mengadakan rapat untuk membicarakan permintaan Tiga Bersaudara. Mereka berpikir keras mencari apa yang dimaksud oleh orang tiga beradik tersebut. Atas petunjukTuhan, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa yang diinginkan oleh tiga beradik tersebut adalah pangkat.

Ketiga kakak beradik tersebut selanjutnya diangkat menjadi Penghulu Tiga Lorong. Tiala diangkat menjadi Lelo Diraja Penghulu Baturijal Hilir lawan Sungai Indragiri dengan bendera berwarna putih. Sabila Jati diangkat menjadi Dana Lelo Penghlu Pematang lawan Batanghari dengan bendera berwarna hitam. Adapun Jo Mahkota diangkat menjadi Penghulu Baturijal Hulu dengan anugerah dua bendera yaitu bendera merah dari Raja Indragiri dan bendera hitam dari Raja Kuantan.

Atas anugerah pangkat yang mereka terima, Penghulu Tiga Lorong bersumpah.
Tiada boleh akal buruk, budi merangkak
Menggunting dalam lipatan
Memakan darah didalam
Makan sumpah 1000 siang 1000 malam
Keatas dak bapucuk
Kebawah dak baurat
Dikutuk kitab Al-Qur’an 30 juz

Tiga Bersaudara selanjutnya menerima hadiah tanah Tiga Lorong yang tanahnya subur, udaranya sejuk, airnya jernih, rumputnya segar, serta ikannya jinak. Mereka membangun wilayah Tiga Lorong sehingga hasil pertaniannya berlimpah, jalan-jalan dan bangunannya tertata rapi, perniagaannya maju, serta keseniannya berkembang pesat. Rakyat yang terdiri dari berbagai suku hidup rukun, saling menghargai,serta menjalankan syariat agama yang taat.




Sumber : munamaku20

0 komentar:

Posting Komentar