Cerita Rakyat Riau - Putri Pinang Masak
Kicau burung saling bersahutan, berlompatan dan
berkejar-kejaran dari dahan ke dahan. Embun masih membasahi dedaunan.
Kabut menyelimuti perbukitan desa. Sang
surya malu-malu untuk menampakan wajah. Gemercik air yang mengalir ke ulu,
menabrak bebatuan sungai merangkaikan nada alam. Dari dalam rumah panggung yang
berukir khas Palembang, tampak seorang gadis bernama Napisah sedang memandang
keindahan sandiwara alam dari balik jendela. Setiap pagi seolah alam menyambut
Napisah dengan orchestra penyambutan bak seorang bidadari khayangan yang akan
turun ke bumi.
Napisah Putri nan cantik jelita bergelar putri pinang
masak. Kecatikannya tak tergambarkan dengan kata-kata. Bahkan tak ada
perbandingan yang bisa menggambarkan kecantikannya. Kecantikan Napisah tak ada
tandingannya diseluruh kerajaan Palembang. Setiap yang memandang, hanya akan
berdecak kagum dan tak mampu berkata-kata sehingga Kecantikan Napisah menjadi
buah bibir pemuda kerjaan di penjuru negeri.
“Apa kau melihat putri Napisah?” Tanya juru tepak
kepada juru pedang.
“Tuan putri beberapa hari ini suka mengurung diri di
kamar, entah apa yang dipikirkannya, terkadang dari pagi sampai siang dia tak
ke luar kamar.”
“Iya, aku rindu bermain-main lagi bersama putri, mandi
bersama di sungai. Memetik sayur dan buah di hutan.”
“Sepertinya tuan putri lagi dirundung masalah,
keceriaan tuan putri hilang walaupun setiap pagi alam menghiburnya.”
“Hei kalian disini rupanya!, dari tadi aku mencari
kalian. Ayo kita ke kamar tuan putri.” Sergah juru payung.
“Nanti dulu, jangan buru-buru ke kamar tuan putri,
nanti malah putri tak mau di ganggu seperti kemarin.” Jawab juru tepak
dengan gundah.
“Bagaimana kalau kita menghiburnya, kita ajak tuan
putri jalan-jalan biar tuan putri melihat cerahnya pagi” sentak juru pedang.
“Baiklah kalau begitu ayo kita ke kamar tuan putri,”
juru payung mengambil inisiatif.
Ketiga pengawal setia tuan putri ikut merasakan apa
yang dirasakan putri. Mereka telah menyatu dalam perasaan Putri. Mereka rela
melakukan apa saja agar tuan putri bahagia. Bahkan nyawapun mereka pertaruhkan
untuk putri. Begitulah kesetiaan pengawal dan pembantu Napisah, putri pinang
masak.
“Masuklah kalian jangan mengintip dari balik pintu
kamar, seperti orang yang ingin mencuri saja,” suara nan lembut keluar dari
mulut putri pinang masak.
“Ampun tuan putri, maafkan kelancangan kami, melihat
tuan putri selalu di kamar kami jadi bersedih, apa lagi akhir-akhir ini tuan
putri lebih banyak diam. Bagaimana kalu kita bermain di taman sambil pergi ke
hutan memetik sayur dan buah, lalu bermain air di sungai,” juru payung mencoba
membujuk dengan segala cara, sambil memijit dan membelai rambut Putri. Sedangkan juru pedang mencoba menghibur
dengan bernyanyi. Juru tepak memijat
pundak putri dengan kasih sayang.
Rayu dan bujukan pengawal dan juru tepak, serta juru
payung berhasil. Putri tersenyum lembut dalam gundah yang masih bergelayutan.
“ Juru payung,
kita sebagai perempuan haruslah mempunyai pendirian hati yang teguh agar kita
tidak diperlakukan semena-mena. Tetapi kadang aku berpikir bahwa perempuan
tetaplah perempuan yang selalu bertindak atas dasar perasaan. Sekuat apapun
perempuan memang sudah kodrat selalu di jajah lelaki. Sehingga dalam melawan
kesedihan perempuan hanya bisa meneteskan air mata. Tetapi aku mencoba tidak
akan meneteskan air mata dalam dunia ini, mudah-mudan ini hanya kecemasanku.”
di bawah pohon putri duduk sambil mengadap ke sungai yang mengalir jernih.
“Mengapa putri berbicara seperti itu? Apa maksud tuan
putri? Apa ada kesalahan yang kami lakukan sehingga membuat putri berpikir
seperti ini. Ampun beribu-ribu ampun jikalau perbuatan kami menyinggung
perasaan tuan putri.” Suasana mulai mengaharu. Putri pinang masak mencoba
memberikan pengertian kepada pengawalnya.
Tanpa diketahui oleh putri dan pengawalnya, beberapa pemuda sejak tadi mengintai dan memperhatikan putri pinang masak dari
balik semak-semak hutan. Mata pemuda-pemuda terbelalak melihat kecantikan putri
pinang masak. Tertegun dan terdiam sembari menelan air liur.
“Waw..luar biasa! Sungguh keindahan yang tiada tara!”
tidak sia-sia kita di tugaskan Sunan untuk berburu ke hutan seberang.
“Hussss…! Jangan berisik, jangan sampai keberadaan
kita diketahui oleh mereka.”
“aku sangat yakin dialah Putri Pinang Masak yang
menjadi buah bibir pemuda seantero negeri ini.”
“benar sekali, Sunan pasti tidak akan marah apabila
kita pulang ke kekerajaan tidak membawa
binatang buruan untuk makan malam beliau, tetapi kita akan membawa kabar berita
yang pasti akan membahagikan Sunan!”
“hahahahahaha….betul sekali!”
Sampailah kabar kecantikan dan kemolekan putri pinang
masak ke telinga Sunan. Sunan tak henti-hentinya mebayangkan putri pinang
masak. Sejak kabar tentang putri pinang masak ia terima dari pengawalnya.
Hari-hari Sunan diliputi rasa rindu yang mendalam. Bahkan rasa itu tak
terbendung lagi bagai ombak yang siap menghantap dinding karang. Timbulah
hasrat hati Sunan untuk membuktikan kebenaran akan kabar yang diterimanya.
Sunan berkeingan untuk menjadikan putri pinang masak sebagai gundiknya yang
kesepuluh. Di ruang sidang kerajaan sunan mengumpulkan prajuritnya. Didampingi
kesembilan gundiknya untuk menyampaikan maksud.
“Prajurit! Sejak kabar tentang putri pinang masak yang
kau sampaikan padaku, aku jadi tidak tenang dalam keseharian. Semua pikiranku
tertuju pada kecantikan dan kemolekan putri pinang masak. Aku sudah tidak tahan
lagi menerima siksaan ini. Kuperintahkan kalian untuk membawa putri pinang
masak ke kerajaan ini. Bagaimanapun caranya kalian harus membawanya
kehadapanku, Cepaaaaaaaaaaat, kalau sampai misi ini gagal kepala kalian yang
kupenggal!” hardik Sunan dengan semangat yang berapi-api.”
“ Siap baginda yang mulia,” serentak prajurit
menjawab.
Namun, tidak semuanya setuju dengan perintah baginda.
Salah satunya gundik pertama sunan. Diam-diam, ia merasa perbuatan Sunan sudah
melampaui batas. Penderitaan dan tekanan batin selama melayani sunan membuatnya
berontak.
“Aku harus lebih dulu ke dusun seberang memberi tahu
kabar ini. Putri pinang masak harus tahu
agar tidak merasakan nasib yang sama sepertiku. Dulu, ketika aku masih muda,
sunan sangat baik kepadaku. Tetapi ketika tubuhku tidak semolek gundik-gundik
yang lain karena telah dimakan usia. dia semena-mena memperlakukan aku, inilah
saatnya aku harus berbuat agar sunan merasakan persaan yang sakit sepertiku apabila
dicampakkan,” dalam hati gundik pertama
sunan menyusun siasat.
Sebelum Sunan memerintahkan prajurit untuk membawa
hadiah sebanyak-banyaknya agar dipersembahkan kepada putri pinang masak. Gundik
pertama sunan sudah lebih dulu menyelinap pergi untuk menemui putri pinang
masak dan menceritakan maksud Sunan.
Sebelum pengawal datang ke tempat putri pinang masak.
Sang putri sudah lebih mengetahuinya dari gundik pertama Sunan. Putri sangat
besedih hati dan gunda gulana. Dia menyangka inilah kecemasan yang selalu
menghantui dirinya. Putri bermuram durja, mengurung diri di dalam kamarnya
bersama ke tiga pembantu setianya. Mereka berpikir bagamana caranya dapat
terhindar dari mala petaka ini.
“Juru tepak, juru pedang, dan juru payung, Ini adalah
musibah yang tak dapat aku tolak lagi. Inilah takdir yang harus kujalani.
Tetapi aku tidak akan menerima takdir ini begitu saja. Lebih baik mati dari
pada jadi gundik Sunan,” teriak putri pinang masak dengan tegar.
“Putri, kami sangat berduka atas musibah ini, bagaimana
caranya menghindar dari perintah Sunan! Ini sangat berat, kekuasaan Sunan sudah
terkenal sampai ke negeri seberang, apa lagi sunan mempunyai pengawal dan prajurit yang gagah
berani.” ujar juru tepak dengan perasaan cemas bukan kepalang.
Semua keluarga putri beserta pembantu setianya mulai
berpikir untuk menggagalkan niat sunan. Setelah sekian lama putri merenung….
“Juru tepak, juru payung, dan kau juru pedang, tolong
kau cari jantung pisang di hutan sebanyak-banyaknya .”
“untuk apa putri?”
“jangan banyak bertanya, carikan jantung pisang
segera. Kita tidak punya banyak waktu lagi,”
Rupanya putri mempunyai tipu muslihat untuk mengelabui
Sunan. Setelah jantung pisang dikumpulkan oleh para pengawal setianya.
Bersama-sama pembantunya putri memasak jantung pisang tersebut. Kemudian airnya
dimandikan ke tubuh putri pinang masak. Tubuh molek berkuning langsat dan paras cantik putri pinang masak seketika berubah menjadi
hitam pekat karena air rebusan jantung pisang. Badan putri terlihat sangat
kotor dan menjijikan. Para pembantu beserta keluarga pun sangat terkejut,
bahkan hampir tidak mengenali putri piang masak. Lalu putri pinang masak
mengurung dirinya di dalam kamar sebelum utusan Sunan menjemput.
“Perhatian seluruhnya, kami akan menjemput putri
pinang masak!” teriak pemimpin rombongan prajurit Sunan.
Para pempantu beserta keluarga putri pinang masak
terlihat gugup. Semua khawatir kalau terjadi pertumpahan darah. Prajurit
memaksa masuk dan membuka kamar putri. Betapa terkejutnya, pengawal sungguh
tidak percaya apa yang dilihatnya. Mereka jadi heran dan ragu untuk membawa
putri kehadapan sunan. Apa benar ini putri yang kecantikannya tak tergambarkan
dan mengemparkan seluruh negeri. Tetapi karena perintah Sunan adalah perintah
yang tidak boleh dilanggar. Apa pun kemauan Sunan harus dilaksanakan. Kalau
tidak Sunan akan murka. Lalu, prajurit tetap membawa Putri pinang masak untuk
dipersembahkan kepada Sunan.
Hampir terjadi pertumpahan darah. Pembantu setia putri
pinang masak mencoba menghalang-halangi prajurit.
“Biarkan mereka membawaku juru tepak, ini sudah
takdirku.” Perintah Putri pinang masak kepada pembantu-pembantunya.
“tetapi putri…., kami rela mengorbankan nyawa kami
untuk tuan putri.” Sergah juru pedang.
“Sudahlah. Aku tidak mau musibah ini mengorbankan
lebih banyak orang lain, apa lagi kalian sudah kuanggap seperti saudaraku.
Kalian tunggulah di rumah, bantulah aku dengan doa.”
Rombongan prajurit Sunan membawa putri ke kerajaan.
Setiba di kerajaan, betapa terkejutnya
sunan melihat wajah Putri Pinang Masak yang dikabarkan pengawalnya sangat
cantik. Berbeda jauh dalam angan dan khayalan sunan. Melihat kenyataan ini,
sunan menjadi murka. Seketika itu juga tanpa berpikir panjang sunan mengusir
putri pinang masak secara kasar.
“Wahai kau putri yang buruk rupa, tak pantas kau
menjadi gundikku, sekarang juga kau tinggalkan kerajaan ini. Jijik aku melihat
muka dan tubuhmu yang kotor itu.” Sunan mencaci maki putri tanpa rasa hormat
sedikit pun.
Dengan bergegas putri pinang masak meninggalkan
istana. Dengan hati gembira bahwa tipu muslihat yang dijalankannya dapat
terlaksana dengan sempurna. Sesampai di rumah, bukan main para pembantu dan
kelurga sangat senang dan bersuka cita
melihat tuan putri kembali.
Namun, Tuhan berkehendak lain. Tipu muslihat putri
pinang masak ternyata di ketahui Sunan setelah beberapa hari putri di usir dari
kerajaan. Sunan merasa tertipu. Dia semakin tergila-gila untuk memiliki putri
pinang masak. Timbul hasrat, dia sendiri yang akan turun tangan menyelidiki
kecantikan putri pinang masak yang sebenarnya. Setelah berhari-hari sunan
beserta pengawalnya menyelidiki putri pinang masak. Barulah Sunan meyakini
bahwa benar putri pinang masak seorang gadis cantik yang tidak tertandingi. Sunan murka, dia
memerintahkan hulu balang dan beberapa pengawal agar dengan paksa menangkap
Putri Pinang Masak dan membawanya ke kerajaan.
Adapun berita kemurkaan Sunan, sampai juga ke telinga
Putri pinang masak. Betapa sedihnya putri mendengar kemurkaan Sunan. Putri
mendekati para pembantu setianya untuk berunding bagaimana siasat selanjutnya
untuk terbebas dari belenggu Sunan.
“Tidak ada jalan lain, tuan putri. Kita harus
melarikan diri dari desa ini. Kita tidak akan mampu melawan Sunan.” Ujar juru
tepak!
“Benar sekali, apa lagi Hulu Balang Sunan terkenal
dengan kekuatan dan ilmu yang sangat tinggi.” Timpal juru pedang.
“putri…jangan sampai terlambat, ayo kita jangan
menunggu lagi. Kita tinggalkan tempat ini.” Sambil memegang tangan putri untuk
bergegas.
Rombongan tuan putri mulai menyiapkan perbekalan untuk
bekal dalam pelarian. Ketika malam hari, mulailah rombongan meninggalkan desa.
Melawati jalu sungai dengan menggunakan perahu. Berhari-hari rombongan
menyusuri sungai untuk menjauh dari cengkraman Sunan. Semakin jauh, hingga
terdampar di Lebak Meranjat. Mereka terus mengikuti arus sungai yang semakin
deras. Pada sebuah teluk, perahu rombongan tuan putri merapat dan singgah.
“Tuan putri sepertinya kita sudah sangat jauh
meninggalkan desa ulu, ada baiknya kita
singgah di teluk ini untuk beristirahat.”ujar juru tepak.
“Baiklah, sepertinya perbekalan kita juga sudah mulai
habis, kita harus mencari perbekalan untuk melanjutkan perjalanan kita nanti.”
Jawab Putri Pinang Masak sambil mengusap dahinya melawan terik matahari.
Kedatangan Putri Pinang Masak mulai diketahui penduduk
di sekitar teluk, semakin hari, semakin ramai tempat yang didiami. Putri berbaur dengan penduduk disekitar teluk.
Penduduk mengenal putri pinang masak dengan nama “Senuro” karena putri pinang
masak menyamarkan namanya agar keberadaannya tidak diketahui penduduk seberang
terutama Sunan.
Kecantikan memang tak dapat ditutupi, di tempat ini
pun Senuro selalu menjadi incaran pemuda-pemuda desa. Terutama anak-anak
pembesar desa. Senuro hidup bersosialisasi dengan para penduduk dan gadis-gadis
desa. menjadi sosok gadis yang terkenal ramah dan suka membantu. Senuro dan
para pembantunya yang setia mengajarkan kerajianan tangan, anyam-anyaman dan
membuat perkakas dapur. Dan yang paling
terkenal kepintaran Senuro adalah membuat anyaman berbentuk bakul yang
tak tembus dengan air.
Dari kediaman Senuro, tidak berapa jauh. Tinggalah
seorang pemuda dari Palembang. Pemuda ini bernama Abdul Hamid, dengan gelar
Sang Sungging. Pemuda yang pernah menjadi prajurit di Palembang ini adalah
seorang ahli dalam pertukangan.
Di pinggir sungai mereka bertemu, saat keduanya hendak
mengambil air. Desir darah seolah berhenti. Mereka saling pandang sejenak tak
berkata-kata . Mata keduanya tak berkedip. Deru angin dan gemercik sungai
seperti berhenti dan mematung memberi ruang kosong untuk pertemuan mereka.
tetapi tidak dengan hati keduanya. Dari mata dan perasaan, mereka seolah
berbicara langsung.
Sejak pertemuan itu keduanya semakin akrab dan intim.
Senuro merasakan perasaan yang
berbeda. Dia sangat bahagia dan senang
apabila dekat dengan sang sungging. Kebahagian itu tergambar diraut wajah sang
putri. Pemuda yang gagah dan tampan ini pun tak segan memberi perlindungan
terhadap Senuro. Mereka saling mengisi suka dan duka bersama. Mulailah tumbuh
benih-benih cinta diantara keduanya.
Hujan sangat lebat, hingga senja belum juga
redah. Selain angin yang bertiup terasa
aneh, udara kecut, dan kesepian yang bungkam, petir dan kilat menyambar saling bersahut-sahutan. Sudah sebulan Sanuro
terbaring di tempat tidur. Sejak kepergian Sang Sungging ke palembang untuk
mencari obat. Sakitnya semakin parah, semakin mendera. Sanuro mengidap penyakit
langka. Di duga penyakitnya di guna-guna oleh pemuda-pemuda yang tak mampu
mendapatkan cintanya.
“Putri bersabarlah, kau akan segera sembuh, putri
pasti kuat,” juru tepak, juru payung, dan juru pedang setia menunggui putri. Sambil sesekali mengusap air mata yang
terus mengalir.
“Ingat pesanku, cobalah untuk tidak meneteskan air
mata juru tepak. Kaum wanita harus kuat dalam menghadapi setiap persoalan,
iklhlaskan saja apa yang terjadi.” Suara parau dan sesak masih sempat meluncur
dari mulut Sanuro.
Dengan sisa-sisa tenaga Sanuro berwasiat kepada
pembantu setianya. Karena merasa dirinya
tak akan lama lagi hidup di dunia.
“Aku Ingin bermunajad kepada Tuhan agar anak cucuku di
kemudian hari jangan di anugerahkan kecantikan yang tiada banding sepertiku.
Karena kecantikan itu akan mendatangkan penderitaan tiada berkesudahan
sepertiku.”
Setelah mengucapkan itu putri pinang masak
menghembuskan nafas terakhir. Pembantu dan pengawalnya bertekad untuk tetap
berdiam di desa sampai ajal menjemput mereka, hingga mereka meminta untuk
dikuburkan disamping Putri Pinang Masak kepada penduduk.
Sumber : klipingkitaterbaik
0 komentar:
Posting Komentar