Cerita Rakyat Riau - Pangera Sutan Dan Raja Bayang
Di Riau pernah berdiri sebuah kerajaan yang bernama
Indragiri. Awal berdirinya kerajaan ini tidak dapat dipastikan. Namun, awal
pemerintahan kerajaan Indragiri dapat diketahui dari raja pertama yang
memerintah yaitu Raja Kecik Mambang atau Rajan Merlan I (1298-19337 M).
Kerajaan Indragiri berdiri selama 6 abad (1298 – 1945 M). Selama periode
tersebut, telah berkuasa 25 orang raja/sultan. Sultan Hasan Salehuddin
Keramatsyah adalah salah seorang di antaranya. Ia merupakan Sultan Indragiri
ke-13 dan memerintah pada tahun 1735-1765 M., yang berkedudukan di Japura.
Konon, pada masa itu, Sultan Hasan memiliki seorang
putri yang sangat cantik, bernama Raja Halimah. Kecantikan Putri Raja Halimah
masyhur sampai ke berbagai negeri. Pada suatu hari, datanglah seorang raja yang
bernama Raja Bayang, berasal dari sebuah negeri yang sangat jauh ingin melamar
Raja Halimah. Namun, lamaran tersebut ditolak oleh Sultan Hasan, sehingga Raja
Bayang memorak-porandakan Kerajaan Indragiri. Sultan Hasan beserta keluarga dan
seluruh pasukannya terpaksa mengungsi ke Gaung. Dalam pengungsiannya, Sultan
Hasan mendengar kabar bahwa ada seorang pangeran yang memiliki pengalaman
berperang dari negeri Jambi,
Pangeran Suta namanya. Ia pun segera mengundang
Pangeran Suta untuk diajak berunding tentang bagaimana cara mengusir Raja
Bayang dan pasukannya dari negeri Indragiri. Bagaimana perundingan antara
Sultan Hasan dan Pengaren Suta? Bersediakah Pangeran Suta membantu Sultan Hasan
untuk mengusir Raja Bayang dan pasukannya? Ingin tahu jawabannya? Ikuti
kisahnya dalam cerita rakyat Kisah Pangeran Suta dan Raja Bayang
Alkisah, pada suatu masa Kerajaan Indragiri diperintah
oleh Sultan Hasan Salehuddin Keramatsyah yang berkedudukan di Japura. Sultan
Hasan adalah seorang raja yang sangat adil dan bijaksana. Selama masa
pemerintahannya, seluruh rakyat negeri hidup damai, aman dan sentosa. Selain
adil dan bijaksana, ia juga memiliki seorang putri yang cantik jelita, bernama
Raja Halimah. Kecantikannya pun terkenal hingga ke berbagai negeri.
Pada suatu hari, datanglah seorang anak raja yang bernama
Raja Bayang ke Kerajaan Indragiri. Ia didampingi oleh tiga orang saudara
laki-lakinya yang bernama Raja Hijau, Raja Mestika, dan Raja Lahis. Keempat
anak raja itu datang lengkap dengan pengiring dan balatentara yang gagah
perkasa.
Kedatangan mereka membuat gempar rakyat negeri
Indragiri. Perilaku mereka sungguh tercela dan tidak senonoh. Mereka
memorak-porandakan kampung-kampung di negeri itu. Tanaman tebu dan pisang semua
habis mereka tebas dengan golok. Binatang-binatang ternak penduduk seperti ayam,
itik, kambing dan kerbau lari berhamburan keluar dari kandang. Anak-anak dara
berkerubung kain sarung tidak berani keluar rumah. Mereka takut pada
keberingasan Raja Bayang dan pasukannya yang bertindak semema-mena.
Sultan Hasan sangat sedih dan risau mendengar
kekacauan yang ditimbulkan oleh Raja Bayang dan balatentaranya. Dipanggilnyalah
seluruh menteri kerajaan untuk bermusyawarah menghadapi bahaya yang datang
mengancam. “Wahai, para menteriku! Bagaimana kita menghadapi kekuatan Raja
Bayang dan balatentaranya?” tanya Raja Hasan kepada para menterinya. “Ampun,
Baginda Raja! Pasukan Raja Bayang terlalu kuat untuk kita lawan. Mereka sangat
tangguh dan sudah terbiasa hidup dalam rimba,” jawab salah seorang menteri
sambil menyembah. “Benar, Baginda! Sebaiknya kita tunggu apa yang dikehendaki
oleh anak raja itu,” tambah menteri yang lainnya. “Baiklah, kalau begitu!”
jawab sang Raja dengan tenang.
Beberapa hari kemudian, datanglah rombongan Raja
Bayang di Japura. Meskipun Raja Hasan merasa jengkel kepada Raja Bayang yang
telah membuat kekacauan itu, Raja Hasan tetap menyambutnya dengan sopan. “Hai,
Raja Bayang! Apa maksud kedatanganmu ini?” tanya Raja Hasan. “Aku ke sini untuk
meminang Putrimu,” jawab Raja Bayang dengan angkuhnya. Pinangan Raja Bayang
ditolak mentah-mentah oleh Raja Hasan. “Wahai, Raja Bayang! Ketahuilah! Aku
tidak ingin bermenantukan anak seorang raja sepertimu. Kamu datang ke wilayah
kekuasaanku dengan cara sembrono. Aku tidak rela putriku yang lemah lembut itu
bersanding dengan kamu yang kasar dan tak mengenal adab.”
Raja Bayang sangat marah mendengar jawaban itu.
Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi merah bak terbakar api. “Hai, Raja Bodoh!
Kamu akan menyesal karena telah menolak pinanganku,” ancam Raja Bayang lalu
pergi meninggalkan istana Japura.
Tak berapa lama, Raja Bayang kembali bersama
balatentaranya dengan persenjataan lengkap. Kemudian mereka menyerang Kerajaan
Indragiri. Tak ayal lagi, Kerajaan Indragiri diporak-porandakan dalam waktu
yang singkat. Walaupun Raja Hasan telah mengerahkan seluruh pasukan Kerajaan
Indragiri, mereka tidak mampu menandingi kekuatan pasukan Raja Bayang. Oleh
karena itu, Raja Hasan dan pasukannya terpaksa meninggalkan Japura, menyingkir
ke suatu tempat yang bernama Gaung.
Dalam pengungsian itu, Raja Hasan mengumpulkan para
menterinya untuk merebut kembali Kerajaan Indragiri dari tangan Raja Bayang.
“Ampun,
Baginda! Prajurit istana banyak yang tewas dalam pertempuran. Kekuatan kita
semakin sedikit,” kata seorang menteri.
“Lalu, apa yang harus kita lakukan?” tanya Raja Hasan.
“Ampun, Baginda Raja! Hamba pernah mendengar bahwa ada
seorang pangeran dari negeri sebelah timur yang baik kelakuannya dan telah
berjasa kepada negeri Jambi. Mengenai kemampuannya, sudah tidak diragukan lagi.
Banyak sudah laut yang ia layari, pulau yang ia singgahi, daratan yang ia
jelajahi, dan luka badan yang ia rasai dari medan pertempuran,” jelas seorang
menteri yang lain.
“Siapa namanya?” tanya Raja Hasan penasaran.
“Ampun, Baginda! Hamba tidak tahu persis namanya.
Tapi, orang-orang menyebutnya Pangeran Suta,” jawab menteri itu.
Setelah melakukan perundingan, akhirnya mereka sepakat
untuk mengutus Datuk Tumenggung mencari Pangeran Suta. Keesokan harinya, usai
berpamitan pada Raja Hasan, berangkatlah Datuk Tumenggung dengan sebuah kapal
kecil dan Gaung berlayar ke laut lepas. Setelah berhari-hari berlayar,
sampailah ia di perairan Jambi. Di sana ia mendapat keterangan bahwa Pangeran
Suta sedang berada di Selat Malaka mengusir gerombolan lanun atau bajak laut.
Beberapa kali Datu Tumenggung berlayar mengitari Selat
Malaka untuk mencari Pangeran Suta. Akhirnya pada suatu hari, ia berhasil
menemuinya. Ia pun menceritakan kesulitan yang tengah dihadapi rajanya. “Hai,
Pangeran Suta! Kami sudah mendengar tentang kehebatan Pangeran. Raja kami
mengharap kesediaan Pangeran untuk membantu raja kami,” kata Datuk Tumenggung.
“Baiklah, saya bersedia untuk membalas malu yang telah ditanggung rajamu itu,”
jawab Pangeran dengan ramah. Setelah Pangeran Suta menyatakan kesediaannya,
berangkatlah Datuk Tumenggung dan Pangeran Suta besarta pasukannya ke Gaung.
Sesampainya di Gaung, Sultan Hasan menyambut Pangeran
Suta dengan sangat gembira. Setelah menjamu sebaik-baiknya, Sultan Hasan dan
menteri-menterinya melakukan perundingan dengan Pangeran Suta.
Keesokan harinya, Pangeran Suta mulai mempersiapkan
alat-alat perang. Ia juga melatih prajurit Indragiri, hingga mereka yang semula
berkecil hati karena menderita kekalahan, kembali bersemangat. Pasukan Pangeran
Suta yang sudah terlatih dalam perang baik di darat maupun di laut segera
menduduki Sungai Indragiri. Selanjutnya pasukan tersebut mendarat dan
bersama-sama dengan prajurit Indragiri berangkat menuju Japura.
Pertempuran sengit pun terjadi, karena dua kekuatan
yang sama-sama tahan uji berlaga dengan sekuat tenaga. Pertempuran itu
berlangsung selama beberapa hari. Pasukan Raja Bayang mulai kewalahan. Banyak
di antara balatentaranya yang tewas dan luka-luka. Alat-alat perang mereka pun
rusak berantakan. Raja Bayang dan ketiga saudaranya mundur ke pedalaman.
Walaupun Raja Bayang dan balatentaranya sudah mundur ke hutan, Pangeran Suta
tetap memerintahkan pasukannya untuk mengejar mereka.
Pasukan Raja Bayang kocar-kocir tak tentu arah. Mereka
terus diburu oleh pasukan Pangeran Suta. Akhirnya mereka pun kehabisan bekal
makanan, kehilangan senjata dan tenaga. Balatentara yang terluka pun semakin
parah. Keberanian mereka telah surut tanpa bekas.
Keempat anak raja yang sombong itu kemudian pulang ke
negerinya menempuh perjalanan jauh dengan menanggung rasa malu karena kekalahan
yang sangat besar.
Pasukan Pangeran Suta segera kembali ke Japura. Utusan
pun dikirim Gaung untuk menjemput Sultan Hasan kembali ke istana Japura.
“Wahai, Pangeran Suta! Oleh karena engkau telah berjasa terhadap negeri ini,
maka sebagai balasannya, aku nikahkan engkau dengan putriku, Raja Halimah,”
kata Raja Hasan kepada Pangeran Suta. “Terima kasih, Baginda Raja!” jawab
Pangeran Suta dengan senangnya.
Seminggu sebelum pesta pernikahan dimulai, seluruh
rakyat negeri tampak sibuk. Mereka sibuk membersihkan, memperbaiki dan menghias
istana dengan aneka umbul-umbul. Jalan-jalan mereka rapikan, taman-taman mereka
hijaukan, dan lapangan pun dipersiapkan untuk aneka pertunjukan dalam acara
penikahan Pangeran Suta dan Raja Halimah. Setelah itu Pangeran Suta dinobatkan
sebagai Raja Japura. Maka lengkaplah kebahagian mereka. Rakyat negeri pun
kembali aman, damai dan makmur.
Sumber : histori.id
0 komentar:
Posting Komentar