Cerita Rakyat Sumatera Utara - Na Mora Pande Bosi Lubis
Daeng Mela yang kemudian digelari Na Mora Pande Bosi
adalah seorang pahlawan. Pada waktu Malaka jatuh ke tangan Portugis, Daeng Mela
mundur, dan ingin kembali ke negrinya Bugis. Namun dia harus menempuh jalan
darat demi keselamatan dirinya sendiri. Dia memulai perjalanan dari Labuhan
Ruku dan sampai di Negeri Baru, yang sama ini terkenal sebagai pelabuhan besar.
Di sana Daeng Mela melapor kepada Raja Hatongga, dan
menceritakan kepandaiannya sebagai pandai besi, sekaligus mendemonstrasikan
bagaimana cara membuat cangkul, kampak, bajak, parang, tombak dan macam-macam
lagi. Caranya bekerja bukanlah seperti orang biasa, besi yang sudah dibakar
bisa dibengkokkan dan ditipiskan tanpa alat, cukup dengan menggunakan
tangannya.
Raja Hatongga sangat heran, dan takjub. Akhirnya Daeng
Mela sangat disegani di kampung itu, sampai raja merestui perkawinannya dengan
adik perempuan Raja, yang bernama Lenggana. Sesuai dengan adat Tapanuli
Selatan, maka Daeng Mela diberi marga yaitu Lubis. Daeng Mela kini berganti
nama menjadi Na Mora Pande Bosi Lubis. Sebagai maharnya, Na Mora Pande Bosi
Lubis hanya memberi tiga helai kain tenun petani.
Demikianlah kedua insan ini membentuk keluarga di Lobu
Hatongga dengan sebidang tanah, dan perumahan yang diberikan raja Mereka cukup
berbahagia setelah lahir putra kembar, yaitu Sultan Bugis, dan Sulatan Berayun.
Suatu ketika Na Mora Pande Bosi Lubis pergi berburu ke
tempat yang lebih jauh dari sebelumnya, di Hamaya Tonggi yang terkenal angker.
Sampai enam kali dia menyumpit burung, kena dan jatuh ke tanah, namun tak
pernah jumpa. Begitu pula pada penyumpit yang ke tujuh kali membuat dia kesal
dan marah. Tiba-tiba muncullah seorang gadis cantik terjadilah dialog. Na Mora
Pande Bosi Lubis begitu terpesona melihat gadis itu, akhirnya dia mengikuti
gadis tadi sampai ke tempat tinggalnya, dan keduanya menjadi suami istri.
Kerajaan Hatongga menjadi heboh, raja memerintahkan
semua orang untuk mencari Na Mora Pande Bosi Lubis. Terakhir gong sakti dipukul
(dibunyikan) Na Mora Pande Besi Lubis sadar, dan dia kembali pulang menemui
istrinya dengan membawa keris tidak bersarung lagi.
Di negeri bunian istri kedua. Na Mora Pande Bosi Lubis
melahirkan anak mereka terkabul. Keluarga Na Mora Pande Bosi menerima kedua
anak itu sebagai anggota keluarga, sama seperti anaknya kandung.
Suatu ketika terjadi perkelahian antara Sultan Bugis
dengan Si Langkitang, gara-gara berebut putri paman, yang akhimya dimenangkan
oleh Si Langkitang. Karena mereka saling berkelahi, maka sang ibu membela anak
kandungnya, selia menyuruh kedua anak itu pergi. Kedua anak itu pergi, dan
mereka sampai di Singengu. Singengu adalah daerah pegunungan yang tinggi dari
apabila menatap dari puncaknya, masih tampak Lobu Hatongga. Di sana dengan
suara yang keras si Langkitang bersumpah agar keluarga Na Mora Pande Bosi Lubis
di Lobu Hatongga akan punah.
Demikian sumpah Si Langkitang di dengar Empu Mula Jadi
Nabolon sehingga keturunan Na Mora Pade Bosi Lubis tidak berkembang menurunkan
marga Lubis di daerah itu. kembar diberi diberi nama Si Langkitang dan Si
Baetang. Setelah besar, kedua anak ini pergi mencari ayalmya sesuai dengan
petunjuk ibunya, dan ternyata impian
Sumber : folktalesnusantara
0 komentar:
Posting Komentar